Kamis, 06 Oktober 2016

0

Protect The School - Let's Save Our School!: Ketika Murid Underdog Beraksi


Judul: Protect The School- Let's Save Our School!
Penulis: Kim Chi Hee
Kover: Andang
Penerbit: Sheila (Imprint dari Andi Publisher)
Cetakan Pertama: 10 Februari 2016
Tebal: 378 halaman
Harga: Rp 75.000,00 (Bisa dibeli dengan harga diskon 20% atau Rp 60.000,00. Hubungi penulis di tautan INI untuk informasi selengkapnya) 


Umumnya kita menilai kualitas seorang murid dari prestasi akademisnya saja. Karena itulah gap antara sekolah favorit dan sekolah "bukan favorit" banyak terjadi. Shinsung High School, sekolah khusus laki-laki di kawasan Daegu, Korea Selatan, yang jadi seting tempat novel ini malah mendapat cap "sekolah buangan". Para siswa sekolah ini terlibat tawuran hampir setiap hari. Murid-murid yang "terlanjur" masuk sekolah "buangan" selalu dicap sebagai manusia bermasa depan suram. Padahal, bukankah mereka bersekolah untuk memperbaiki nasib dan juga cara berpikir mereka?

Dalam novel ini, seorang remaja lelaki slebor bernama Lee Hongki, berandalan yang dicap lemot, ternyata justru memiliki kecintaan yang besar terhadap sekolahnya. Ia ingin mengharumkan kembali nama sekolahnya yang terlanjur hancur. Caranya? Dengan dua jalur non-akademis. Musik dan olahraga. Membuat band dan membentuk tim bisbol. Tapi untuk mencapai impiannya itu, ia jelas tak bisa sendirian.

***


Shinsung yang tadinya adalah sekolah unggulan langsung kehilangan pamor akibat kesalahan manajemen. Direktur sekolah pun ingin menjual sekolah itu. Tapi rupanya rencana tersebut ditentang keras oleh putri sang direktur, Yubin. Direktur lalu menantang Yubin untuk mengambil posisi dan tugasnya sebagai direktur sekolah, serta memperbaiki nama sekolah itu dalam waktu 6 bulan. Jika ia berhasil, maka sekolah tak jadi dijual. Yubin bahkan mengatakan ia sanggup melakukannya dalam waktu 3 bulan saja. Mungkinkah?

Namun, ternyata sang ayah memiliki dua agenda lain saat menantang Yubin. Yang pertama ada hubungannya dengan keinginannya agar Yubin bisa segera menikah! Yang kedua, ia sendiri mempertaruhkan berhasil-tidaknya Yubin dengan kawannya.

Yubin yang tak mengetahui tujuan tersembunyi direktur, lalu berusaha merevolusi atmosfer di Shinsung. Dengan kharisma dan kecantikannya, ia berusaha menaklukkan para guru (terutama guru laki-laki) serta murid-murid bandel di Shinsung.

Yang menarik, perubahan pertama yang Yubin usahakan dimulai dari para guru. Ya, karena para guru adalah contoh bagi siswanya kan. Nah, dalam novel ini diceritakan bahwa semua guru Shinsung sudah pesimis dalam mengatasi kebandelan para murid. Para guru senior bahkan sampai mengundurkan diri karena tak tahan lagi. Akibatnya, yang tertinggal di sana hanyalah para guru muda yang tak terlalu berpengalaman. Kalau gurunya saja sudah putus asa, bagaimana dengan muridnya? Karena itu masuk akal jika Yubin memulai revolusi pertamanya dari kalangan guru.

Yubin lalu membuat aturan agar para guru Shinsung berpakaian modis. Para guru perempuan diwajibkan berdandan dan untuk itu Yubin sampai memberikan fasilitas tutor make-up profesional! Sedangkan para guru laki-laki juga diminta mengubah penampilan dengan mengikuti program olahraga yang dibuat Yubin.

Dia juga merombak ruang rapat sekolah yang membosankan dan mendekorasinya agar terasa seperti ruangan di rumah yang nyaman. Langkah awal Yubin yang antimainstream ini jelas dipandang gila dan aneh oleh para guru.

Namun, sebenarnya strategi Yubin ini make sense juga. Guru perempuan diminta berdandan agar bisa tampil cantik dan menyegarkan di depan para murid Shinsung yang semuanya laki-laki. Sedangkan guru pria harus mengikuti program olahraga agar mereka bisa jadi contoh bagi para murid. Guru yang kusam dan loyo tentu dianggap tidak menarik dan tak bisa jadi contoh, kan?

Tentu tak cuma penampilan guru yang diurus. Yubin juga memberlakukan program pelatihan mengajar bagi para guru Shinsung. Ia memanggil tenaga pengajar dari luar yang sudah berpengalaman di bidang bidang pendidikan untuk melatih guru-guru Shinsung agar lebih andal dalam menyiapkan dan menjalankan materi pelajaran. Dan setiap satu bulan sekali diadakan ujian dan evaluasi bagi mereka. Jadi tak cuma murid yang diuji, guru pun juga. Good idea. Jadi beban "mengharumkan nama sekolah" tak hanya ditumpukan pada pihak murid. Meskipun begitu, seharusnya Yubin pun mempertimbangkan tingkat stress para guru yang mendapat tekanan dan tuntutan macam-macam ini.

Bagaimana dengan pendekatan terhadap murid? Yubin membagikan kuesioner kepada para siswa Shinsung, menanyakan kegemaran mereka. Dan hampir semua siswa menyatakan kalau mereka suka pelajaran musik. Sebagai direktur sekolah, Yubin pun memakai metode blusukan ala Jokowi. Maksudnya dia terjun langsung ke lapangan, mendekati para murid yang membolos di atap sekolah, mendukung kegiatan murid seperti OSIS, audisi band, dan persiapan pertandingan bisbol. Akhirnya ia melakukan pendekatan non-akademis untuk membuat para murid di Shinsung bersemangat dalam menjalani hari-hari sekolah mereka. Para siswa pun diwajibkan ikut ekskul.

Namun, ternyata Yubin sendiri malah dibuat pusing oleh Jae Jin, keponakannya yang suka menentang. Dan hatinya semakin dibuat tak keruan saat Kang So Hyun, "teman bertengkarnya" sejak masih SD tiba-tiba muncul di Shinsung dan mengatakan akan membantu Yubin dalam mengembangkan sekolah.

Dalam buku ini, meski digambarkan berkharisma, ada kalanya Yubin ditampakkan tidak stabil, pemarah, serta suka mengancam akan melemparkan barang-barang di sekitarnya kalau sampai ada yang berani membuat gara-gara dengannya. Dan itu dijadikan sebagai salah satu adegan komikal novel ini. Benar-benar khas kehebohan ala drama Korea.



Aku nggak tahu apa Yubin ini ada model karakternya. Tapi kalau yang dimaksud memang Kim Yubin dari Wonder Girls ini, wow. Gila juga kalau bisa punya direktur sekolah sesekseh ini XD
***

Kembali ke Lee Hongki. Ternyata anak badung ini punya kelebihan khusus. Saat menyanyi suaranya begitu indah dan penuh penghayatan, sehingga siapa pun yang mendengarnya pasti terpukau. Bakat musik Lee Hongki ini rupanya diwarisi dari ayahnya yang pernah bersekolah di Shinsung. Ayah Hongki pernah membentuk band indie bersama teman-temannya, dan mereka masih tetap eksis hingga lulus. Band itu begitu terkenal hingga sampai ikut mendongkrak popularitas sekolah. Sayang, saat akhirnya ditawari kontrak oleh perusahaan rekaman berlabel mayor, ayahnya malah meninggal. 

Ia tak sendiri. Jong Hun, sahabatnya yang dikenal pintar dan berkharisma ikut membantunya. Benar-benar paduan yang sangat kontras. Ngomong-ngomong, kenapa anak sepintar Jong Hun bisa terdampar di Shinsung? Itu karena kondisi keuangan keluarga Jong Hun membuatnya hanya mampu bersekolah di Shinsung. Alasan yang masuk akal. Kondisi yang banyak menimpa anak-anak di negeri kita juga. Jong Hun di sini digambarkan agak licik. Dalam artian, dia jago berkelit serta lihai memanfaatkan kelemahan Hongki. Gara-gara Jong Hun, Lee Hongki sampai terjebak dan terpaksa menjadi ketua OSIS. Bagaimana bisa? Simak di novel ini.

Yang jelas, dengan wewenang barunya sebagai ketua OSIS, berarti Lee Hongki bisa dengan leluasa menggunakan fasilitas sekolah untuk mewujudkan mimpinya, membuat band dan mengikuti audisi. Ia juga membantu Seunghyun merealisasikan impiannya untuk membentuk tim bisbol yang berprestasi di pertandingan antarsekolah. Dalam usahanya, ia juga dibantu oleh Jae Jin, keponakan direktur sekolah yang sombong. Jae Jin yang tadinya meremehkannya, langsung segan begitu tahu tahu Lee Hongki sangat jago berkelahi. Ada juga Choi Min Hwan, anak korban bully yang ternyata jago main drum dan menyimpan rahasia besar. Rahasia yang baru diungkap di akhir. Kemudian ada Song Seunghyun, mantan MVP (Most Valuable Player) klub bisbol saat SMP. Anehnya, ia menolak beasiswa dari sekolah yang tim bisbolnya adalah tim unggulan. Dan terakhir ada Oh Won Bin, anak berandalan yang tampaknya diam-diam tertarik pada YUBIN! Oh, dan jangan lupakan Kang Sohyun, musuh bebuyutan Yubin yang ternyata juga mantan anggota band ayah Lee Hongki. 

Alhasil novel bergenre teenlit ini tampil lumayan tebal (377 halaman) dengan cerita yang full pernak-pernik konflik setiap karakter yang dibuat detail. Plus bumbu adegan konyol dan (ehem!) fanservis bromance khas ala drama-drama Korea.

***

Dalam kehidupan nyata mereka, FT. Island bukan sekedar boyband. Mereka memainkan sendiri alat musik mereka di atas panggung.


Ada Lee Hongki, Jong Hun, Min Hwan, etc. Merasa familiar dengan nama-nama para tokoh di buku ini? Itu bukan perasaanmu saja. Novel ini sebenarnya adalah novel fanfiksi. Lebih tepatnya fanfiksi dengan para anggota band Korea Selatan, FT Island sebagai para tokohnya. Beberapa fakta anggota FT Island seperti Lee Hongki yang tubuhnya paling pendek dijadikan bahan guyonan di sini. Namun, jangan khawatir, yang bukan penggemar FT Island pun bisa mengikuti kisah novel ini. Tokoh yang paling berhasil membuatku bervisualisasi adalah tokoh Lee Hongki yang pernah memerankan Jeremy dalam drama You're Beautiful.

Dalam drama Korea itu Lee Hongki pun memerankan tokoh dengan sifat yang ceria dan konyol. Jadi setiap tokoh Lee Hongki di sini bertingkah ajaib seperti tertawa setelah berkelahi, salah menyebut nama atau gagal mengingat sesuatu, dan saat dikerjain Jong Hun, yang tergambar di kepala adalah wajah kocaknya sebagai Jeremy. Hehehe... 

Sebenarnya aku paling susah mengingat nama-nama orang Korea. Sering susah juga membedakan ini nama cowok atau nama cewek. Itulah mengapa meski adakalanya aku nonton film dan drama Korea, biasanya aku menghindari membaca novel dengan seting tempat Korea. Jadi waktu satu per satu tokoh di novel ini diperkenalkan, aku cuma berpikir, "Ugh... Here it comes again..." Tapi saat memperkenalkan para tokohnya dalam cerita ini, penulis sudah berusaha sebaik mungkin menggambarkan kontras karakter yang beragam, sederhana, tapi mudah diingat dan sesuai kebutuhan. 

Lapisan kepribadian para karakternya terlihat jelas. Ada Hongki yang berandalan, punya kemampuan otak yang sering bikin temannya mengelus dada, tapi ternyata punya semangat yang polos untuk memajukan sekolah yang terlanjur dicap buruk. Dan itu semua demi memperjuangkan kenangan atas ayahnya yang dulu sempat mengharumkan nama sekolah dengan band indie-nya yang populer. 


Hongki dengan ekspresi "bego" yang jadi trademarknya di novel ini.

Lalu ada Jong Hun yang jenius, tapi berasal dari kalangan keluarga kurang mampu, terkesan sadis, dingin, dan licik (terutama jika berhadapan dengan Hongki). Ada Jae Jin, anak orang kaya yang songong, sekaligus juga keponakan dari Yubin, sang direktur sekolah. Tapi ternyata ia pun punya sisi baik. Seperti saat mengkhawatirkan Hongki yang berkelahi dengan anak sekolah lain demi membela temannya. Padahal, saat itu sebenarnya Jae Jin sedang sebal dengan Hongki.

Jong Hun. Eh? Cakep yak!


Jae Jin. Hmm tampangnya memang pas banget buat meranin tokoh songong XD

Ada Won Bin yang awalnya diperlihatkan sebagai anak yang kurang ajar, tapi setia kawan dan tidak suka menindas (dia meminjamkan baju pada Min Hwan yang ketumpahan air ember saat menabrak Hongki). Btw, agak susah untuk nggak membayangkan Won Bin yang aktor Autumn Love/Endless Love itu tiap nama tokoh ini disebut. 

Oh Won Bin, yang kebagian peran berandal. Btw kalau nggak salah dia terus keluar dari FT. Island ya? Eh?

Ada Min Hwan yang inferior namun seiring dengan perkembangan cerita bisa jadi lebih percaya diri. Cuma ada beberapa adegan yang aneh, misalnya dia yang dari awal memiliki image sebagai anak penakut dan tak percaya diri karena jadi korban bully, ternyata bisa galak pada Seunghyun. Juga ada Seunghyun yang tampak ceria dan easy-going tapi ternyata menyembunyikan masalah yang rumit. Direktur sekolah Yubin pun kelihatannya galak, tapi ternyata ada sisi softnya juga. Plus, ternyata dia takut hantu walaupun bersikeras tak mau mengakuinya. 

Min Hwan, jati diri anak polos ini baru diungkap di bagian tengah novel. Dan ternyata dia adalah... well, baca sendiri deh

Seunghyung yang kebagian peran sebagai atlet bisbol MVP

***

Jadi gimana? Recommended, nggak? Well, kalau kamu suka dengan novel berseting Korea dengan adegan yang rame dan dinamis, novel ini bisa jadi pilihan yang bagus. Apalagi jika sedang bosan dengan kisah-kisah remaja bertema cinta. Karena sebagian besar elemen novel ini didominasi oleh tema persahabatan dan semangat anak muda dalam meraih mimpi mereka.

Terus ada kekurangannya, nggak? Setiap karya pasti ada lebih-kurangnya. Kalau masih penasaran dan pingin tahu bagian kritik yang kutulis untuk novel ini, langsung saja ke ulasan Goodreads-nya ya. Di paragraf-paragraf terakhir aku membedah plus-minus novel ini dengan lebih mendetail.

Minggu, 28 Agustus 2016

1

Negeri Bawah Air: Tentang Persahabatan, Pengertian, dan Kehilangan



Judul: Negeri Bawah Air
Penulis: Ary Nilandari
Ilustrator isi dan kover: K. Jati
Penerbit: Balai Pustaka
Cetakan Pertama: 2009
Tebal: 160 halaman
Harga: Rp 35.000,00 (Bisa didapat dengan harga diskon 10% di sini)



Setahu saya, jarang ada buku anak-anak buatan pengarang Indonesia yang tema ceritanya soal mental health awareness issue. Sementara itu saya sempat tercengang saat buku-buku anak terjemahan baik buatan pengarang barat maupun Asia membawa isu soal perceraian, elective mutism, autisme, anak-anak yang sulit belajar, dan lain-lain. Menurut saya, tema-tema seperti yang dibawa oleh Negeri Bawah Air sebaiknya mulai diperkenalkan sejak dini, agar anak-anak bisa dididik lebih peka terhadap penderitaan kawan sebayanya. Agar tak mudah mencap dan menjauhi kawan-kawannya yang mungkin "sedikit berbeda" dengan mereka.


Awalnya saat melihat kovernya saya mengira ini adalah petualangan anak-anak ke dunia fantasi yang ada di bawah laut. Lalu mengira ini adalah cerita tentang petualangan anak-anak yang terlibat dalam penyelamatan terumbu karang. Ternyata cerita ini menggabungkan antara dunia fantasi dan riil. Menariknya, seperti yang saya bilang di atas, ada muatan isu mental health awareness issue yang cukup serius dan mendalam di sini, dengan adanya kasus traumatis yang dialami tokoh bernama Meutia. Elemen masalah psikologis pun ada pada tokoh-tokoh lain, meski lebih ringan, semuanya bisa dijalin menjadi satu kesatuan yang apik dan menyentuh hati. Kekuatan kisah imajinasi yang bercampur dengan dunia nyata dalam cerita ini mengingatkan saya pada film Bridge of Terabithia.


Hingga halaman 47, penulis memperkenalkan tiga tokoh anak laki-laki yang nantinya akan berperan sebagai para ksatria di sini. Ada Ridwan, anak yatim yang berdarah Sunda dan sangat gemar membaca, ada Chang anak Tionghoa kaya pemilik peternakan sapi di Lembang yang mengidap asma sehingga dunianya sering terkungkung di rumahnya yang mewah, dan ada Rambe yang berasal dari keluarga Tapanuli beranak banyak hingga dirinya sering merasa dilupakan oleh uma alias ibunya sendiri. Rupanya Mbak Ary Nilandari menyisipkan nilai Bhinneka Tunggal Ika di sini. Prinsip yang terus beliau pertahankan saat menulis serial Go Keo & Noaki yang sedang berlangsung saat ini.


Liburan mereka bertambah aneh sekaligus seru saat Rambe tak sengaja berkenalan dengan Meutia di halaman villa yang dulu ditempati Dr. Rahmat dan istrinya. Anak perempuan itu mengaku dirinya putri dari negeri bawah air dan berkata bahwa kerikil-kerikil kecil di halaman rumahnya adalah adik-adiknya yang kena kutuk penyihir jahat bernama Rangaswazir. Meutia pun menceritakan kronologi kisah yang panjang tentang bagaimana kedua orangtuanya terbunuh oleh konspirasi Rangaswazir yang tadinya menjabat sebagai perdana menteri. Rambe hanya bisa terbengong mendengar kisah yang sungguh ajaib itu. Apalagi saat Meutia memohon kepadanya untuk membantu menyelamatkan "adik kembar" Meutia yang sudah disihir jadi kerikil.


Cara Meutia menceritakan tragedi itu benar-benar terdengar meyakinkan meski elemen-elemen seperti negeri bawah air, manusia yang bisa bernapas dan berjalan di dalam laut, jelas fantasi. Sadarlah Rambe bahwa Meutia seolah tak bisa membedakan mana yang khayal dan mana yang nyata. Seperti adiknya yang masih kecil dan berumur empat tahun. Padahal, Meutia yang ada di hadapannya tampak sebaya dengan Rambe yang saat itu baru naik ke kelas 6. Menarik sekali membaca proses Rambe menganalisis dan mengira-ngira motif di balik khayalan Negeri Bawah Air Meutia. Ia sempat mengira anak itu adalah salah satu korban tsunami Aceh tahun 2004. Tapi apa itu benar??? Yang jelas Rambe merasa khayalan Meutia tidak biasa dan hal itu menerbitkan rasa ibanya.


Namun, perbincangan itu disela oleh kemunculan Ratna, sepupu Meutia yang langsung marah-marah saat tahu gadis itu menceritakan "khayalan ngawurnya" pada Rambe. Meutia histeris saat Ratna menarik tangannya dengan kasar sambil mengancam-ancam. Meutia berkata bahwa "Dayang Ratna sudah terkena kekuatan jahat Rangaswazir sehingga bersikap jahat padanya, seperti banyak orang yang ia kenal dari Negeri Bawah Air. Rambe pun pergi, namun ia kembali dengan membawa Ridwan dan Chang. Ketiga anak itu pun "menyulap" diri mereka menjadi Pangeran Ridwan Harris, Adipati Lim Kuo Chang dan Hulubalang Rambe Muhammad Ritonga demi membantu Meutia menghadapi ketakutannya terhadap Rangaswazir. 


"Pangeran" Ridwan yang ternyata dulu pernah kenal dengan Ratna sebelum gadis itu pergi ke Jakarta berusaha mengetuk hati gadis itu dengan menceritakan kesedihannya akan kematian sang ayah. Dengan mendengarkan cerita tentang ayah Ridwan, Ratna akhirnya berusaha memahami kesedihan yang dialami Meutia, dan mau ikut membantu ketiga ksatria memberantas teror Rangaswazir demi Meutia. Kelima anak itu pun berangkat menuju perang terakhir di curug "air suci". 


***

Setiap tokoh anak dalam cerita ini memiliki kesedihannya masing-masing. Kesedihan yang mendalam, terasa riil, dan mungkin sulit dipahami orang-orang dewasa. Chang yang terbelenggu oleh asma, Ridwan yang dibebani kematian ayahnya, dan Rambe yang merasa dilupakan ibunya.


SPOILER ALERT: Lewati bagian ini jika tidak ingin membaca spoiler

Tokoh anak perempuan pun punya masalah tersendiri. Meutia memilih melarikan diri ke Negeri Bawah Air sebagai kompensasi atas musibah yang merenggut keluarganya. Ratna ingin adik dan karena itu dengan senang hati menampung Meutia yang kehilangan keluarga sampai sepupunya itu jadi aneh dan memperlakukannya seperti dayang. (Spoiler ends)


Uniknya, seperti yang dikatan pengarang dalam blognya, memang tak ada pengaruh orang dewasa dalam masalah mereka. Kelimanya saling membantu demi mengobati luka hati masing-masing. Anak-anak ini juga digambarkan berpikir kritis untuk menganalisis dan memecahkan masalah. Dan karena peran orang dewasa tidak menonjol di sini, semuanya (kecuali Ratna) jadi tak memiliki prasangka terhadap masalah teman-temannya. Saya membayangkan, jika ada anak seperti Meutia dalam dunia kita, mungkin para orangtua sudah menyuruh Ridwan, Rambe, dan Chang menjauhi gadis itu dan menudingnya sebagai anak aneh atau sinting. 


Dan menyenangkan sekali membaca kisah soal anak laki-laki yang gentle dan humanis seperti Ridwan, Rambe, dan Chang hingga mau membantu Meutia menghadapi ketakutannya. Begitu gentlenya sampai saya merasa karakter mereka bertiga terasa utopis (kita sudah terbiasa dengan anak laki-laki yang usil dan bersikap kurang ajar pada anak-anak perempuan ^^v). Tapi... jika karakter-karakter dalam novel ini bisa ditanamkan pada anak-anak, alangkah menyenangkannya masa anak-anak. Trauma masa kecil, kasus bullying, dan hal-hal mengerikan yang menimpa dunia anak-anak saat ini mungkin bisa jauh berkurang.


Adegan paling lucu menurut saya adalah saat Chang merasa sesak napas di curug saat "berhadapan dengan Rangaswazir" dan berada di ambang maut. Meutia yang hanyut dalam perannya sebagai putri malah mengoceh soal Rangaswazir dan itu membuat Chang jadi sebal. Jadi ini adegan yang gawat, tapi jadinya malah kocak (dalam artian positif). 


***

Sayangnya, novel ini baru terasa menarik setelah 47 halaman awal terlewati, yaitu mulai dari adegan setelah Rambe bertemu dengan Meutia. Dari situ barulah misteri dalam novel ini begitu terasa menggugah rasa penasaran dan tampak jelas akan di bawa ke arah mana. Sebelumnya penulis memang menceritakan soal keseharian Rambe, Ridwan, dan Chang serta penguatan karakter dan ciri khas masing-masing tokoh. Tapi akan lebih baik jika misteri soal Meutia mungkin sudah disuguhkan sebagai gosip di awal cerita. Agar cerita lebih mengikat dari awal. Karena sebelum sampai di halaman 47 itu saya terus bertanya-tanya, "ini mana Dunia Bawah Air"nya? Setelah itu baru kepingan-kepingan puzzle mulai terangkai satu demi satu. Dan setelah itu, setiap kali membaca ulang novel ini, cerita rasanya jadi semakin haru dan memikat. 


Cara penulis dalam memberikan petunjuk atas apa yang sebenarnya terjadi pada Meutia juga menarik. Keping-keping puzzle diberikan melalui detail cerita yang ada. Mengajak pembaca ikut merangkai dan menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi pada Meutia. Benarkah dia anak korban tsunami Aceh? Apa yang sebenarnya terjadi pada orangtua dan "adik-adik" Meutia? Dan ketika semua rahasia terbuka di akhir, barulah kita bisa paham, oh jadi karena itulah ada elemen ini dan itu pada cerita Meutia.


Nama Rangaswazir sebagai tokoh antagonis di sini juga menarik. Diceritakan bahwa Rangaswazir adalah perdana menteri yang kemudian kehilangan wujud kasarnya setelah hatinya jadi busuk. Ia pun menebarkan ketakutan pada orang-orang dan anak-anak berhati lemah. 


Spoiler: Rangaswazir sendiri adalah simbol akan kekacauan yang menimpa dunia saat ini. Rangaswazir bisa mewakili apa saja, kelaparan, bencana alam, sifat rakus manusia, dll. Dan nama yang terkesan sangar ini menurut saya benar-benar permainan kata apik dari anagram "Wazir sangar". Sederhana tapi unik


Lalu, lebih baik jika adegan-adegan dalam cerita ini diberi jeda tanda bintang (***) di beberapa bagian. Terutama ketika ada pergantian adegan, tempat, atau waktu, atau sudut pandang penceritaan karakter. Pada beberapa bagian (meski tak semua), bagian-bagian itu begitu panjang tanpa jeda sehingga jika saat membaca kurang konsentrasi, perpindahan-perpindahan itu jadi agak membingungkan. Dan... agak susah saat membaca bagian cerita yang memperkenalkan konflik Rambe dengan keluarganya yang banyak itu. Ada banyak seliweran nama seperti Tagor, Oloan, dll yang diceritakan dalam satu frame sekaligus. Meskipun pada akhirnya nama-nama tersebut tak terlalu berperan dalam cerita.


Lalu awalnya sempat menebak-nebak di mana seting cerita ini, karena para tokohnya tampak multietnis. Baru kemudian pada halaman berapa puluh sekian disebutkan bahwa setingnya di Lembang. Jadi ingat film Petualangan Sherina hehe...  Sebaiknya kejelasan seting tempat dijabarkan dari awal agar pembaca bisa langsung membayangkan suasananya.


***

Buku yang ada pada saya ini adalah cetakan kedua tahun 2010. Jadi sudah langka dicari. Saya sendiri mendapatkannya setelah pesan dari toko buku online Belbuk. Tentunya asyik kalau buku ini bisa diterbitkan ulang. Namun, penulisnya mengalami kesulitan untuk melakukan hal itu, karena ternyata... penerbit Balai Pustaka sudah lama tutup dan... penulis kesulitan mengurus pengalihan hak terbit. Penulis sudah berusaha menghubungi pihak-pihak terkait namun... belum mendapat tanggapan yang berarti. Tentu bagus jika sesama penulis buku anak bisa bahu-membahu memberikan dukungan soal ini. Siapa tahu ada penulis-penulis lain yang bernasib serupa?


Kabar terakhir, penulis tampaknya berniat mengedit ulang cerita ini dengan layout dan ilustrasi yang baru untuk proyek amal budaya membaca. Semoga niat ini pun bisa mendapat dukungan dari sesama penulis dan ilustrator buku anak lainnya. Sayang jika kisah-kisah seperti Negeri Bawah Air berhenti sampai di sini saja.



Tung-Tung bercucuran air mata selesai membaca buku ini XD


Selasa, 19 April 2016

6

Review My School Days Has Just Begun: Kisah Ngenes si Genius Femes



Kover light novel yang menampilkan tokoh Takahashi dan Satou (iya, Satou itu nama cewek. Nama keluarga)

Judul: My School Days Has Just Begun
Penulis: Okamoto Takuya
Ilustrator: Non (Yaay! Ilustrator yang sama dengan yang di The Shut Ins)
Penerjemah: Stellani Purwadihardja
Editor: Angga Mahardika SP
Penerbit: PT Shining Rose MEdia
Cetakan Pertama: Januari 2016
Tebal: 368 halaman
Harga: Rp 66.000,00



"Sekolahku adalah Sekolah Swasta Yaoyorozu Gakuen. Bila dibandingkan dengan sekolah lain, kegiatan klub di sekolah ini memegang peranan yang sangat penting. Persentase siswa yang ikut kegiatan klub dan komite sekolah melebihi 99,99%. Sampai ada sebutan, 'kalau tidak masuk klub maka orang itu bukan manusia'." (halaman 3)

Dan salah satu orang yang masuk kategori, 'bukan manusia' itu adalah Takahashi, tokoh utama kita. Seorang anak lelaki kelas 2 SMA dengan pemikiran suram dan super pesimis. Begitu suram sampai ia berpendapat bahwa cinta dan persahabatan hanyalah konspirasi perusahaan iklan. Ia sudah menyerah untuk melatih kemampuan komunikasinya dengan orang lain, sengaja tak bergabung dengan klub apa pun, dan malah mengembangkan berbagai teknik "Life Hack" yang membuatnya bisa bertahan di tengah gegap-gempita kawan-kawan sekolahnya yang begitu menikmati masa muda. Salah satunya adalah dengan bermeditasi, menghilangkan aura keberadaan di kelas saat jam istirahat. Jam istirahat adalah masa paling berat bagi Takahashi karena semua oranxg asyik saling berinteraksi kecuali dirinya.

Kesuraman dan kepesimisan itu sudah terlihat dari caranya mendeskripsikan bunga sakura yang mekar tepat di tahun ajaran baru. 

"...Bunga terindah yang ada di atas sana sekalipun, jika sudah menyentuh tanah akan kotor terinjak-injak oleh lautan manusia. Yang tadinya cantik pun, akan terlihat kotor." (hal 1-2). 
  
***

Penampakan halaman berwarna untuk pengenalan tokoh. Sayang kesannya jadi nggak rapi karena double spread. Lihat gambar wajah "Watabe" yang 'terbelah' (Kalau light novel The Shut Ins sih double spreadnya masih rapi karena halaman pengenalan tokohnya nggak sepanjang ini, plus dari sananya memang nggak 'membelah' bagian tubuh karakter). Akibatnya gambar mini poster  di belakangnya pun mengalami nasib yang sama. Usulan aja sih, Shining Rose bisa belajar dari format mini poster berwarna Penerbit Katalis Pustaka yang menerbitkan Narcissu. Poster mini dan pengenalan tokohnya nggak double spread. Tapi dipasang memanjang dari satu halaman. Meski terlipat, setidaknya gambar fullnya bisa dinikmati dengan lebih jelas)




Meski begitu, sebenarnya Takahashi pun seperti orang normal pada umumnya, ingin keberadaannya diakui, ingin memiliki masa muda yang indah.

Baiklah aku menyerah. Siapapun berikanlah aku hadiah. Sepaket hadiah yang berisi teman, pacar, dan hari-hari yang sempurna. (halaman 3).

Sebenarnya alasan Takahashi tak mau bergabung dengan klub apa pun itu bukan karena tak memiliki bakat. Justru, bisa dibilangnya bakat tersembunyinya sangat mencengangkan! Semasa SD ia bergabung dengan begitu banyak klub olahraga junior di sekitar rumahnya dan selalu menjadiace. Mulai dari baseball, sepakbola, sumo, sampai curling dan kabaddi! Belakangan diketahui kalau Takahashi pun menguasai judo. By the way apa itu curling dan kabaddi? Dalam light novel ini keberadaan catatan kaki benar-benar membantu penjelasan informasi trivia yang bertebaran di sepanjang cerita. Curling itu olahraga/permainan di es yang berasal dari Skotlandia . Sedangkan Kabaddi adalah olahraga permainan tradisional India. Sudah itu saja. Tak perlu repot-repot Googling karena dua hal ini benar-benar cuma trivia alias muncul cuma sekedar pernyataan pendek. 

Dan bagaimana bisa ada orang yang sampai bikin klub junior curling dan kabaddi di Jepang? Di situ misterinya. Mungkin Jepang saat ini (terutama di kota-kota besar seperti Tokyo), benar-benar sudah mulai melting pot kaya di USA. 

Dari sini sudah mulai kelihatan "khayalnya?"

Tunggu sampai fakta soal Takahashi dibeber lebih lanjut. Nggak cuma jenius dalam bidang olahraga (saat masih SD), ketika SMP ia pun bergabung dengan begitu banyak klub kebudayaan dan meraih predikat jenius juga di masing-masing bidang. Mulai dari kare (kare???), rap, origami, ayatori, ramalan, astronomi, etc... etc...

Luar binasa bukan?

Anehnya, kejeniusan Takahashi hanya berlaku untuk kegiatan klub! Bukan kegiatan akademik. Bahkan saat ujian kelulusan SMP dan masuk SMA pun ia harus belajar mati-matian di musim dingin agar bisa melewatinya, layaknya murid biasa lainnya. Padahal, klub-klub yang diikutinya pun berhubungan dengan bidang pengetahuan seperti sastra, astronomi, biologi, dan lain-lain. Ah, mungkin apa yang dia ketahui dari klub itu tidak muncul di ujian tertulis yah. Wajar sih.

Lalu kenapa orang secemerlang Takahashi bisa tersingkir dari pergaulan? 

[Spoiler Alert. Lewati bagian ini, jika tidak ingin membaca spoiler: 

Semua itu ada hubungannya dengan masa lalunya yang kelam. Ternyata kelebihan-kelebihan Takahashi tersebut tidak membantunya dalam memperoleh teman (dan menjadi teman) yang tulus. Karena merasa jago, Takahashi pun mulai memperlakukan orang-orang di sekitarnya dengan seenaknya. Alhasil tim dari berbagai klub olahraga junior itu pun menyingkirkannya satu demi satu. 


Setelah masuk SMP Takahashi melampiaskan rasa sepinya dengan bergabung di berbagai klub budaya. Tidak dijelaskan apa Takahashi pun semena-mena pada orang-orang yang kemampuannya ada di bawahnya. Sepertinya ia cukup belajar dari shock yang ia terima di masa SD. Tapi kali ini, justru karena ia terlalu serius dalam menekuni bidang-bidang itulah anggota klubnya jadi tidak tahan. Akhirnya ia pun terus sendirian sampai naik ke kelas 2 SMA. Spoiler Ends]

Saat ia sudah putus asa itulah, sesosok malaikat (atau iblis???) imut bernama Satou muncul. Gadis yang merupakan anggota OSIS di bagian pengelolaan klub ini tiba-tiba saja mendekati dan membombardir Takahashi dengan pengetahuannya soal masa lalu cowok itu. Tidak jelas darimana dia bisa dapat pengetahuan sedetail itu. Soal itu sampai akhir pun tetap jadi misteri. Jadi simpulkan saja kalau dia dapat wangsit langsung dari pengarang. Nah, Satou ini ternyata berambisi menjadi ketua OSIS, dan untuk itu ia butuh dukungan dari berbagai macam klub sekolah yang jumlahnya sampai melebihi 1000! (DANG!) Satou berniat memanfaatkan kejeniusan Takahashi untuk mendapatkan dukungan klub-klub tersebut. Caranya adalah dengan membuat satu klub baru yang fungsinya adalah menyelesaikan masalah klub-klub lain. 

Apakah Takahashi langsung mengiyakan?
  
Sebagai cowok, dia jual mahal dulu tentu. Apalagi Satou kentara sekali ingin memanfaatkan Takahashi. Saat ditanya keuntungan apa yang akan didapat Takahashi jika membantunya jadi ketua OSIS, Satou malah menampakkan wajah datar. Setelah itu dia malah pura-pura tak kenal dengan Takahashi. Kaget karena Satou tak segigih itu dalam memperjuangkan dukungannya, akhirnya malah gantian Takahashi yang sampai bersujud-sujud demi bisa bergabung dengan Satou. Laaaaah? Sampai di sini aku langsung jengkel sama Satou. Baik di dunia fiksi maupun di dunia nyata, aku paling anti sama tukang manipulasi begini. Susahnya... kalau nggak gitu cerita ini jadi nggak lucu hhiaaah.

***

Klub Takahashi resmi dibuat. Berkat bantuan cewek bernama Watabe, kenalan Satou dari klub media massa, iklan bahwa klub Takahashi bisa menyelesaikan berbagai permasalahan klub mulai mendapat respon. Klien pertama mereka adalah klub ramen yang membuka warung ramen dan sepi pengunjung. Berkat nasihat Takahashi agar mereka menyesuaikan cita rasa, harga dan porsi ramen untuk anak SMA, klub ramen berhasil diselamatkan. Lalu... datanglah permohonan dari klub soba, klub udon, dan nagashi somen. Semuanya klub mie! Huahaha... Klub di Yaoyorozu Gakuen memang nggak ada yang beres!


Kemudian datang permohonan dari klub yang "lebih mainstream", klub judo. Takahashi ditipu Satou yang mengatakan bahwa sang ketua klub judo yang bernama "Inokuma Tatsutora" adalah perempuan. Tapi kan nggak ada yang bilang kalau "kemungkinan itu pasti benar"! Si Ketua judo tentu saja adalah lelaki besar dengan tenaga monster. Karena judo sudah mewarnai kesehariannya sejak kecil, dia sampai punya refleks membanting orang-orang yang mendekatinya. Akibatnya semua anggota klub harus dirawat di RS! Dan demi membantu Inokuma untuk mengontrol refleksnya ini Takahashi nyaris kehilangan nyawa.



"Takahashi kun, siapa bilang kalau Inokuma Tatsutora chan itu laki-laki?" pancing Satou agar Takahashi bersedia memenuhi permintaan tolong dari klub judo.  Demi memenuhi "jalan judo" (atau panggilan hormon???) Takahashi pun menemui Inokuma chan dan mendapat kejutan."

Yang janggal memang bagaimana Takahashi bisa dengan mudah "recalling" dan "summoning" semua kemampuannya dengan spontan. Padahal, diceritakan bahwa dia sudah lama nggak melakukan semua kegiatan itu. Misalnya, dulu aku suka sekali main kibor, sampai bikin lagu. Nggak latihan berapa bulan aja, jari-jariku akan terasa asing dengan tuts-tuts kibor (hiks).Sense-nya bisa aja kembali lagi, tapi butuh waktu. Orang yang jago martial arts sekalipun juga begitu. Lama nggak melatih jurus atau latih tanding dengan rekan, kemampuannya pun akan menumpul. 

Tapi Takahashi kan jenius. Jadi dia bisa dengan mudah melakukan lagi semua kemampuannya yang tak terasah itu. Asem sekali plot device Tensai Takahashi (si jenius Takahashi ini). Tapi sekali lagi, di situlah lucunya. Arrgh... 

***


Di luar dugaan, meskipun tahu dirinya dimanfaatkan habis-habisan (plus sering dilecehkan secara mental dan psikologis) oleh Satou, Takahashi menikmati kegiatannya yang baru. Dengan berada di klub itu, ia jadi bisa berinteraksi dan dikenal para anggota klub yang lain. Juga bisa memanfaatkan kemampuannya untuk membantu mereka. Mau tidak mau walau Satou adalah tokoh berhati kotor yang menyebalkan, kita jadi berterimakasih juga padanya (AARRGH).

Nggak ada yang nyangka kan kalau anak seimut Kazama san ini ternyata seorang kunoichi alias ninja perempuan? Demi merebut ruangan klub dan membangkitkan lagi klub ninja warisan dari kakaknya, dia menantang semua klub Yaoyorozu untuk bertanding, membuat kekacauan, dan mengancam akan membunuh Takahashi kun. Namun, pada akhirnya dia jadi satu lagi korban manipulasi Satou yang begitu berambisi jadi Ketua OSIS

[SPOILER ALERT. Lewati bagian ini jika tidak ingin membaca spoiler 

[Selain berusaha meraih dukungan para klub, dia ternyata berniat menghapus beberapa klub kecil yang anggotanya cuma sedikit dan kegiatannya tidak jelas. Satou melakukan hal ini pun ada alasannya. Seribu klub dalam satu sekolah! Bayangkan bagaimana repotnya sekolah dalam menganggarkan dana untuk mereka kan. Dan membludaknya klub ini juga gara-gara ketua OSIS yang bernama Ohanabatake, cewek super baik yang nggak bisa menolak permintaan siapa pun. Ketua OSIS seperti inilah yang posisinya ingin digantikan oleh Satou. Hal ini memicu pemberontakan klub. SPOILER ENDS]

Ohanabatake. Gadis "malaikat" yang bertanggungjawab mengubah Yaoyorozu Gakuen menjadi "surga" bagi lebih dari 1000 klub. Sekaligus membuat para pengurus OSIS menderita "neraka" defisit anggaran.

Dan akhirnya berujung pada disanderanya Satou. Takahashi yang meski menguasai ilmu bela diri ternyata benci kekerasannya pun terombang-ambing antara ingin menyelamatkan Satou atau pulang saja dan nonton rekaman serial TV sejarah!

***

Yeah, membaca light novel ini (sebagaimana light novel lainnya) harus sambil membayangkan dan menyesuaikan logika seolah sedang menonton anime di atas kertas. Untuk light novel ini, modelnya ya seperti nonton gag anime super ancur (dalam artian positif) seperti Chuunibyou Demo Koi Ga Shitai. Sifat suram Takahashi sendiri rasanya familiar dengan sifat tokoh utama di anime OreGaIru

Bahkan di author note, setelah epilog novel ini, pengarangnya sendiri bilang kalau dia menuliskan "cerita bodoh" ini sebagai refreshing karena sebelumnya mengerjakan serial yang lebih serius. Benar-benar seperti pelampiasan stress saja. Hahah... Stress yang menghibur orang lain.

Cerita ini cocok buat mereka yang sudah terbiasa dengan cerita gila ala anime-anime yang kusebutkan di atas, dan ingin mendapatkan sensasi letupan humor absurd di sepanjang ceritanya. Aku ngakak terus saat membaca light novel ini.. di depan rekan-rekan kerjaku saat jeda istirahat! Mereka sampai menatapku aneh.

Kekurangannya adalah... di satu titik, aku mulai merasa lelah dengan keabsurdan dalam cerita ini yang seolah tanpa jeda. Aku berharap ada twist yang mengharukan dan memancing perenungan seperti anime genre slice of life dan komedi yang lain. (Biasanya gag anime slice of life dimulai dengan keabsurdan yang mengocok tawa, diakhiri dengan perenungan yang bisa bikin menitikkan air mata. Tapi light novel ini absurd dari awal sampai akhir!) Selain itu ada beberapa bagian humor yang susah dimengerti karena ditulis dalam frase dan kalimat yang sangat panjang. Kalimat-kalimat panjang ini begitu menggganggu, tapi sepertinya dari aslinya pun begitu. Penerjemahnya pasti sudah berusaha dengan segala daya dan upaya untuk membuat narasi dan dialognya bisa dimengerti oleh pembaca lokal. Dan... membuat humor dari bahasa dan kebudayaan Jepang bisa tetap dimengerti oleh pembaca dari background bahasa dan budaya kita pun pastinya butuh usaha keras.

***
After Read
  
Pada akhirnya, keseluruhan cerita ini bisa menjadi perenungan tersendiri. Terutama soal hubungan antarmanusia. Sebagai individu, wajar jika kita ingin menonjolkan kemampuan diri di depan orang lain. Dan berada di atas biasanya rentan membuat kita menjadi sombong. Dan akhirnya dibenci. Namun, orang yang pernah terpuruk karena melakukan kesalahan seperti Takahashi pun bisa memiliki kesempatan untuk memperbaiki kepribadiannya kan?

Di sisi lain, pernahkah kita meremehkan usaha orang yang begitu terlihat sungguh-sungguh? Sadarkah kita mengapa dia berusaha begitu gigih dalam membuktikan dirinya? Mudah kita mencela dan mencibir. Baru jika orang itu sudah melejit dan melesat jauh di depan, barulah kita terkagum, terheran, atau malah yang lebih buruk.... merasa iri bahkan dengki?

 Ternyata bukan kemampuan dan kehebatan kita yang membuat keberadaan kita lebih berharga. Tapi bagaimana kita memanfaatkan kelebihan itu agar berguna bagi diri sendiri dan sekeliling kita. Seperti salah satu konsep dalam 7 Habits of Effective People, untuk sukses, kita perlu bersinergi dengan orang lain, dan belajar untuk menyelesaikan permasalahan secara win-win.

 Dan bagian favoritku di sini adalah saat tokoh bernama Kondou kun mengatakan justru karena ia awalnya tak bisa baseball, setiap keberhasilan yang bisa ia raih begitu berharga dan memicunya untuk berusaha lebih keras lagi sampai jadi benar-benar jago. Berbeda dengan Takahashi yang langsung bisa menguasai semuanya sehingga tidak merasakan pencapaian apa pun(kurang bersyukur kau, Nak Takahashi!)

Kita seringkali lupa bahwa di setiap hasil selalu ada proses. Dan bahwa proses tidak akan membohongi hasil... Sesuatu yang dipelajari dengan sekuat tenaga, justru terasa lebih berharga daripada terus melakukan hal yang mudah saja kan.

Menarik, ketika melalui kejadian-kejadian yang Takahashi alami di klub, hingga akhirnya dihadapkan pada orang yang pernah ia perlakukan buruk di masa lalunya, Takahashi kemudian bisa menyimpulkan, "Ternyata dulu aku pun tak bagus-bagus amat. Ternyata dulu aku orang yang menyebalkan ya."

Dan berawal dari kesadaran itulah, Takahashi mulai menghargai orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan melanjutkan hari sambil berpikir, "Masa sekolahku baru saja dimulai."

...By the way.... pengarangnya sendiri bilang kalau ini adalah karya yang "bodoh", tapi aku kok begitu serius sekali membahasnya. Jadi merasa bodoh sendiri. Huahuahuahauhau.

Kesan Tung-Tung setelah membaca Light Novel yang edan ini

Jika ingin melihat preview novel Bab 1-nya, langsung saja ke web penerbitnya di sini